Peristiwa Gerakan 30 September 1965 (G30S/PKI) merupakan salah satu peristiwa paling berpengaruh dalam sejarah Indonesia. Dampaknya tidak hanya mengguncang aspek politik, tetapi juga tatanan sosial masyarakat. Tragedi ini menjadi titik awal berakhirnya kekuasaan Orde Lama di bawah Soekarno dan lahirnya Orde Baru di bawah Soeharto. Berikut adalah dampak sosial dan politik G30S/PKI terhadap Orde Baru di Indonesia.
Sejarah lainnya : Trisula 88
1. Stabilisasi Kekuasaan dan Munculnya Orde Baru
Setelah peristiwa G30S/PKI, Jenderal Soeharto memegang kendali melalui Supersemar (Surat Perintah Sebelas Maret 1966) yang memberinya kekuasaan untuk mengamankan situasi. Soeharto dan militer menggunakan momentum ini untuk mengambil alih pemerintahan dari Presiden Soekarno, menandai berakhirnya Orde Lama dan awal mula era Orde Baru.
Rezim Orde Baru dipimpin Soeharto dengan fokus pada stabilitas politik dan pertumbuhan ekonomi. Namun, untuk mempertahankan kekuasaannya, pemerintah memberangus berbagai kekuatan politik yang dianggap berpotensi mengganggu stabilitas.
2. Pembersihan dan Reorganisasi Politik
G30S/PKI dijadikan alasan untuk membubarkan Partai Komunis Indonesia (PKI) dan menyingkirkan anggotanya dari berbagai bidang kehidupan sosial dan politik. Orde Baru melakukan pembersihan besar-besaran terhadap individu yang dituduh terlibat atau berafiliasi dengan PKI.
Banyak tokoh masyarakat, pegawai negeri, hingga petani dan buruh yang diduga terlibat dengan PKI ditangkap, dipenjara, atau dibunuh tanpa proses peradilan yang adil. Hal ini menyebabkan trauma sosial yang mendalam di berbagai daerah. Selain itu, kebijakan ini mengubah peta politik Indonesia, dengan dominasi kekuatan militer dan organisasi-organisasi yang mendukung Orde Baru.
3. Pembatasan Kebebasan Sipil
Untuk mengkonsolidasikan kekuasaan, rezim Orde Baru memberlakukan kontrol ketat terhadap media massa, lembaga pendidikan, dan organisasi masyarakat. Buku-buku, film, dan materi apa pun yang dianggap mempromosikan komunisme dilarang keras. Sistem politik diatur sedemikian rupa agar hanya partai-partai tertentu yang dapat berperan, seperti Golkar sebagai kendaraan politik utama Orde Baru.
4. Penciptaan Narasi Anti-Komunis
Pemerintah Orde Baru secara sistematis membangun narasi bahwa PKI dan komunisme adalah ancaman terbesar bagi bangsa. Film Pengkhianatan G30S/PKI menjadi salah satu alat propaganda utama untuk memperkuat stigma tersebut. Narasi ini ditanamkan melalui pendidikan dan media, menciptakan trauma dan ketakutan kolektif terhadap segala bentuk pemikiran yang dianggap “kiri” atau kritis terhadap pemerintah.
5. Diskriminasi Sosial
Stigma terhadap komunisme berdampak luas dalam kehidupan sosial masyarakat. Mereka yang memiliki hubungan dengan PKI atau dituduh terlibat dalam gerakan tersebut mengalami diskriminasi, baik dalam pekerjaan, pendidikan, maupun kehidupan sehari-hari. Keturunan mereka juga sering dicap negatif dan diawasi oleh aparat keamanan. Kondisi ini menciptakan segregasi sosial yang berlangsung hingga beberapa dekade.
6. Penguatan Peran Militer dalam Politik
Peran militer semakin menguat dalam kehidupan politik selama Orde Baru. Soeharto menempatkan militer tidak hanya sebagai penjaga keamanan, tetapi juga sebagai aktor utama dalam pemerintahan. Banyak posisi strategis di pemerintahan dan sektor ekonomi ditempati oleh militer, memperkuat kendali rezim Orde Baru atas negara.
7. Stabilitas dengan Rezim Otoriter
Walaupun Orde Baru berhasil mencapai stabilitas politik dan pertumbuhan ekonomi yang signifikan, hal itu dicapai dengan mengorbankan kebebasan politik dan hak asasi manusia. Kebebasan berbicara, berorganisasi, dan berpendapat dibatasi ketat. Pemerintah menggunakan ancaman “bahaya laten komunisme” sebagai dalih untuk memberangus oposisi dan menjaga kekuasaannya.
Kesimpulan
Dampak sosial dan politik G30S/PKI sangat besar terhadap pembentukan Orde Baru. Peristiwa ini membuka jalan bagi rezim Soeharto untuk berkuasa selama lebih dari 30 tahun dengan fokus pada stabilitas dan pertumbuhan ekonomi, tetapi dengan mengorbankan kebebasan politik dan hak-hak sipil. Pengaruh propaganda dan diskriminasi sosial terhadap komunisme meninggalkan trauma mendalam yang masih terasa hingga sekarang. Rezim Orde Baru menunjukkan bagaimana tragedi politik dapat digunakan sebagai alat untuk mengonsolidasikan kekuasaan dan membentuk arah sejarah suatu bangsa.